JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan fatwa vaksin Covid-19 AstraZeneca serta Sinovac boleh digunakan. Anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen meminta semua pihak tidak ada lagi menyebar fitnah dan kabar bohong.
“Maka, jangan ada lagi yang menyebar fitnah dan kabar bohong bahwa vaksin yang tidak jelas sumbernya. Kita harus dukung bersama program vaksinasi,” kata Nabil kepada wartawan, Sabtu (20/3).
Nabil menjelaskan, Sinovac telah lebih dahulu diberikan fatwa halal dan suci. Sementara yang terbaru, AstraZeneca meski ada unsur haram dalam pembuatan, tetapi boleh digunakan sebagai obat. Menurut Nabil, AstraZeneca pada akhirnya bisa dikatakan halal dan boleh digunakan.
“Pihak PWNU Jawa Timur menyampaikan bahwa vaksin AstraZeneca pada bagian akhirnya halal dan bisa digunakan sebagai vaksin. Jadi jelas, bahwa kedua vaksin ini boleh digunakan,” katanya.
Politikus PDIP ini pun meminta semua pihak mendukung program vaksinasi pemerintah demi kemanusiaan.
“Tentu, vaksinasi menjadi langkah penting untuk pengendalian pandemi. Jadi, mendukung program vaksinasi juga sesuai nilai-niai agama, yakni menjaga kemanusiaan, menjaga keselamatan bersama,” kata Nabil.
Diberitakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca haram. Sebab, vaksin Covid-19 yang diproduksi di Korea Selatan itu mengandung enzim babi.
“Vaksin produk AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorum Ni’am Sholeh dalam konferensi pers, Jumat (19/3).
Keputusan MUI menetapkan vaksin Covid-19 AstraZeneca haram berdasarkan hasil rapat komisi fatwa. Dalam rapat tersebut, MUI mendengarkan penjelasan pemerintah pusat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta PT Bio Farma.
Meski vaksin Covid-19 AstraZeneca haram, MUI membolehkan penggunaannya karena lima alasan. Pertama, saat ini Indonesia menghadapi pandemi Covid-19. Artinya, Indonesia sedang mengalami darurat kesehatan sehingga sangat membutuhkan vaksin Covid-19.
“Ada kondisi kebutuhan mendesak atau hajah basyariyah dalam konteks fiqih yang menduduki kedudukan syar’i atau darurat syar’iyah,” jelasnya.
Kedua, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya bahwa terdapat bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19. Ketiga, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.
Keempat, ada jaminan keamanan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca oleh pemerintah.
“Kelima pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun tingkat global,” tandasnya.
Sumber: