BANDA ACEH, METROSIDIK.CO.ID — Gerakan Ibu Mencari Keadilan Aceh menyatakan, korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh tidak mendapatkan keadilan dalam hukum jinayat. Korban juga kesulitan dalam melapor karena terbatas saksi atau alat bukti.
“Di mana pelaku hanya dicambuk kalau pakai hukum jinayat. Setelah dicambuk paling lama pelaku hanya menjalani tahanan 6 bulan, dengan 100 kali cambuk selesai dan dibebaskan,” kata Koordinator Gerakan Ibu Mencari Keadilan Aceh, Destika Gilang Lestari, Kamis, 23 Desember 2021.
Destika mengatakan, kejadian itu pernah terjadi di Aceh Selatan. Korban dipindahkan dari kampungnya, sedangkan pelaku hanya dihukum melalui aturan jinayat.
“Kejadian itu sangat menyedihkan. Saat korban melapor, korban harus ada bukti atau saksi. Bagi palapor pasti hal itu sangat sulit, kalau tidak ada alat bukti dia bisa kena qadzaf,” ujarnya.
Menurut dia, qadzaf itu hanya pada kasus perzinaan. Sayangnya, tidak masuk ke dalam kasus pemerkosaan. Artinya, kata dia, qanun dan pasal yang diminta direvisi tidak memihak sama sekali kepada korban.
“Kami meminta mencabut dua jarimah tersebut. Sudah seharusnya korban diupayakan pemulihan. Di samping itu, aturan juga harus berlapis. Sehingga pelaku bisa dihukum 25 tahun penjara,” jelasnya.
Gilang menilai, aturan junto bisa diterapkan pasal berlapis. Sementara qanun Aceh tidak. Hanya memilih satu aturan hukum saja.
“Cambuk ya cambuk, tahanan ya tahanan, dan bayar denda ya bayar denda seperti itu dalam qanun kita,” ucapnya.