NTB, METROSIDIK.CO.ID — Setelah ramai menjadi sorotan publik, polisi akhirnya membebaskan korban pembegalan yang membunuh penjahat di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pembebasan terduga pembunuh begal tersebut dilakukan setelah campurtangan Bareskrim Polri. Kasus ini sempat viral dan menjadi perhatian publik.
Dikabarkan bahwa Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Polisi Djoko Purwanto telah resmi menghentikan kasus korban begal jadi tersangka setelah ditegur Kabareskrim Polri Komjen Polisi Agus Andrianto.
Djoko mengatakan tim penyidik Polda NTB sudah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terkait kasus korban begal jadi tersangka.
Korban begal yang dijadikan tersangka oleh Polda NTB tersebut adalah Murtede alias Amaq Shinta.
Djoko mengeklaim pihaknya sudah melakukan gelar (ekspose) perkara yang kedua dan disimpulkan tidak ditemukan ada perbuatan melawan hukum baik secara materil dan formil. Alhasil, Murtede alias Amaq Shinta dibebaskan, meskipun sempat dijadikan tersangka oleh Polda NTB.
“Hasil gelar perkara disimpulkan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan atau terpaksa sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil dan materiil,” kata Djoko dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (16/4/2022).
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo menekankan penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian hukum dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.
“Dalam kasus ini, Polri akan mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan netralitas,” katanya.
Sebelumnya, kasus Amaq Sinta (34), korban begal yang menjadi tersangka di Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan publik. Indonesia Police Watch (IPW) mendorong kasus tersebut dihentikan.
“IPW menyarankan diusulkan penghentian penyidikan dengan sebelumnya memeriksa ahli hukum pidana untuk memperkuat bukti bahwa terdapat alasan hukum untuk menghentikan kasus tersebut,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, dikutip detiknews.com.
Menurutnya, terdapat hukum yang kuat untuk menghentikan kasus itu. Pasal 48 KUHP tentang adanya daya paksa (overmacht) dan pasal pembelaan diri Pasal 49 ayat 2 (noodweer).
“Penghentian kasus itu sangat beralasan karena Amaq Sinta membela diri atas serangan empat orang begal,” katanya.
Sugeng mengatakan penghentian kasus tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada polisi. Dia menyebut kasus serupa pernah terjadi di Bekasi pada 2018.