METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Tim kuasa hukum Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan, mengatakan dengan dibebaskannya Syafruddin Arsyad Temenggung dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1555 K/Pid.Sus/2019 yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak ada legal basis untuk meneruskan penyidikan terhadap kliennya.
Adapun Syafruddin didakwa jaksa melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul, dan Itjih.
Namun, Mahkamah Agung (MA) telah membebaskan Syafruddin.
Dalam putusannya, MA menilai Syafruddin tidak melakukan tindak pidana.
“Bahwa kami menilai keputusan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini sangat tepat dan telah sesuai dengan hukum karena dengan telah dilepaskannya SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) dari segala tuntutan hukum, maka tidak ada legal basis untuk meneruskan penyidikan terhadap klien,” kata Otto saat dikonfirmasi, Sabtu (3/4/2021).
Sebagaimana diketahui, KPK menghentikan penyidikan perkara kasus korupsi atas penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim pada Kamis (1/4/2021).
Otto juga mengatakan bahwa kasus Sjamsul Nursalim yang terkait penyelesaian BLBI telah berlangsung lebih dari 20 tahun, sehingga secara hukum pun seharusnya telah kedaluwarsa.
“Klien beberapa kali telah dinyatakan selesai memenuhi kewajibannya oleh Pemerintah Republik Indonesia, namun masih terus dipermasalahkan sehingga tidak ada jaminan kepastian hukum,” kata Otto.
Ia pun menyambut baik dan menyampaikan apresiasi atas langkah yang dilakukan oleh KPK yang menghentikan penyidikan kasus kliennya.
“Dengan keputusan KPK ini, akhirnya justice has been served (keadilan telah ditegakkan) terhadap klien dan memberikan angin segar dalam penegakan hukum oleh KPK di Indonesia, khususnya dalam memberi jaminan kepastian hukum,” kata Otto.
Sebagai informasi, Sjamsul dan Itjih ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin (10/6/2019).
Saat itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, total kerugian negara akibat perbuatan Sjamsul Nursalim dan istri diduga mencapai Rp4,58 triliun.
KPK mengatakan penyelidikan kasus ini dilakukan sejak Agustus 2013.
Saut juga mengatakan telah mengirim surat untuk penyidikan lebih lanjut, tapi keduanya tidak pernah datang untuk memenuhi panggilan KPK.
Sjamsul Nursalim dan istri disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
BLBI merupakan skema pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998.
Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) dalam mengatasi masalah krisis.
Pada Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank.
Salah satu bank yang mendapat suntikan dana adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul adalah pemegang saham pengendali BDNI.
Kini kasus tersebut telah disetop oleh KPK.
Salah satu alasannya adalah agar ada kepastian hukum setelah penyelenggara negara dalam kasus ini, Syafruddin Arsyad Temenggung, divonis lepas oleh MA.
Syafruddin sendiri merupakan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sumber: