METROSIDIK.CO.ID, MEDAN — Mantan rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut), Saidurrahman, ditahan penyidik pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, Senin (28/6/2021). Selain Saidurrahman, dua tersangka lainnya yakni Direktur Utama PT Multi Karya Bisnis Perkasa (MKBP), Joni Siswoyo, Kabag Kepegawaian sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK), Syahruddin Siregar, juga turut ditahan.
Sebelumnya, Saidurrahman dan dua lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Sumut dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung kuliah terpadu UIN Sumut tahun anggaran 2018.
“Kejari Medan menerima penyerahan tersangka dan barang bukti tahap dua dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung kuliah terpadu Kampus II UIN Sumut tahun anggaran 2018 dari penyidik Polda Sumut kepada jaksa penuntut umum pada bidang tipidsus,” kata Kasi Intelijen Kejari Medan, Bondan Subrata, Senin (28/6).
Bondan menjelaskan, Saidurrahman diduga melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dan melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider.
Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
“Berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap (P-21) pada tanggal 14 Juni 2021 lalu,” ujar dia.
Sementara, dua tersangka lainnya yakni Joni Siswoyo dan Syahruddkn Siregar diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Perkara dugaan korupsi berawal saat pembangunan gedung kuliah terpadu Kampus II UIN Sumut tahun anggaran 2018 dengan nilai kontrak Rp 44.973.352.461 yang dikerjakan oleh kontraktor PT MKBP. Namun, pembangunan gedung itu mangkrak dan berpotensi merugikan keuangan negara.
“Sesuai hasil audit kerugian negara yaitu sebesar Rp 10 miliar lebih,” pungkas Bondan.