Metrosidik.co.id–Gadis 12 tahun menjadi korban pemerkosaan pada Minggu, (18/06/23) lalu di Kecamatan Palmatak, Kabupaten Kepulauan Anambas. Polsek Palmatak telah melimpahkan kasus tersebut ke Kepolisian Resort Kepulauan Anambas dan menetapkan kelima pelaku pemerkosa terhadap anak di bawah umur sebagai tersangka pada Senin, (19/06/23) lalu.
Dari kelima pelaku tersebut, diantaranya ada dua pelaku masih di bawah umur. Sedangkan tiga pelaku lainnya telah dewasa.
Menanggapi hal ini, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, S.H, M.H memberikan pandangan hukum terkait proses pemidanaannya.
“Prosesnya dibagi dua, pemerkosa yang sudah dewasa diadili di peradilan umum dengan dakwaan pemerkosaan pasal 285 KUHP ancaman hukuman 12 tahun. Sedangkan terhadap dua pelaku anak di bawah umur diadili di peradilan anak.” tulisnya melalui pesan singkat whatsapp. Rabu, (21/06/2023).
Terkait ancaman pidananya, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan bahwa pelaku anak di bawah umur hukumannya setengah dari orang dewasa.
“Bagi pelaku anak, ancaman hukumannya maksimal separuh dari orang dewasa yaitu maksimal 6 tahun,” jelas dia.
Sementara itu, upaya Restoratif Justice (RJ) dalam kasus ini tidak dapat dilakukan. Menurutnya, pelaku pemerkosa anak di bawah umur tidak bisa menempuh jalur restoratif Justice dikarenakan ancaman lebih dari 7 tahun.
“Bagi pelaku anak dapat diterapkan restoratif justice. Tetapi karena pemerkosaan itu ancaman hukumannya 12 atau lebih dari 7 tahun, maka tidak dapat diselesaikan dengan restoratif justice,” tuturnya.
Masih kata dia, jika ancaman hukuman tersebut kurang dari 7 tahun, maka wajib untuk dilakukan pertemuan antara pihak keluarga pelaku dengan keluarga korban untuk menentukan upaya restoratif justice.
Pakar hukum pidana ini juga menyebutkan proses peradilan bagi para pelaku pemerkosa diadili secara tertutup karena menyangkut norma kesusilaan.
“Pada kasus ini baik pelaku dewasa maupun pelaku anak di bawah umur diadili secara tertutup karena menyangkut masalah kesusilaan,” terangnya.