JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah pada 2021 akan memberikan suntikan dana sebesar Rp 42,38 triliun untuk sembilan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dana yang masuk dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN).
Adapun sembilan perusahaan pelat merah itu adalah PT PLN (Persero) sebesar Rp 5 triliun. Dananya dialokasikan untuk infrastruktur ketenagalistrikan transmisi, gardu induk, dan distribusi listrik pedesaan. “Ini bagian investasi PLN, lebih banyak mission development atau dalam hal ini fungsi public good lebih besar,” tutur Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR Senin (8/2/2021).
Kedua, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 20 triliun. Anggaran tersebut diberikan untuk menjaga risk based capital (RBC) 120%. Langkah ini mengingat BPUI sebagai lembaga asuransi jiwa baru yang akan menerima restrukturisasi polis PT Ausransi Jiwasraya. Menkeu menegaskan, PMN kepada BPUI mempertimbangkan skema yang telah disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir kepada Komisi VI DPR terkait pembentukan asuransi jiwa baru yaitu sebesar Rp 12 triliun pada 2021, dan Rp 10 triliun pada tahun 2022. “Jadi ini Rp 20 triliun angka maksimal dan untuk tahun depan meminta anggaran Rp 10 triliun lagi”tuturnya.
Ketiga, PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) senilai Rp 977 miliar guna pengembangan kawasan industri terpadu (KIT) di Batang.
Keempat, PT Hutama Karya (HK) sebesar Rp 6,2 triliun untuk modal kerja sebagai kompensasi menjalankan proyek pemerintah yakni pembangunan infrastruktur Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) untuk tiga ruas yakni Sigu-Banda Aceh, Kuala Tanjung-Parapat, dan Lubuk Linggau-Bengkulu. Menurutnya anggaran yang dialokasikan untuk HK merupakan bentuk penugasan pembangunan jalan di Sumatera.
“Memang memakan modal cukup besar dan leverage sudah cukup tinggi mungkin perlu kita lakukan langkah-langkah dan kemudian Menko Perekonomian, dan Menko Maritim dan Investasi serta Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) tengah mengkaji keseluruhan PSN (proyek strategis nasional) termasuk jalan tol di Sumatera terkait feasibility study dan bagaimana menyelesaikan agar proyek jalan, tetapi dari sisi keuangan BUMN kita tetap bisa dijaga,” tututrnya.
Kelima, PT Pelindo III sebesar Rp 1,2 triliun untuk pengembangan pelabuhan Benoa, Bali guna mendukung program Bali Maritime Tourism Hub (BMTH).
Keenam, PT PAL sebesar Rp 1,28 triliun guna penyiapan fasilitas produksi kapal selam dan pengadaan peralatan produksinya.
Ketujuh, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebesar Rp 2,25 triliun untuk penyediaan dana murah jangka panjang kepada penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Kedelapan, PT Lembaga Pembiyaaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp 5 triliun untuk pengadaan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi serta penugasan khusus ekspor.
Kesembilan, PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebesar Rp 470 miliar untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung penyelenggaraan KTT G20 tahun 2022 di TanaMori-Labuan Bajo.
Menkeu mengatakan, suntikan PMN kepada BUMN/lembaga sudah menjadi tren sejak 2010 lalu. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah agar BUMN bisa menjadi salah satu motor penggerak perekonomian. “Kita harus tempatkan BUMN sebagai agent of development dan sebagai vehicle alat sarana untuk tingkatkan pemerataan masyarakat di mana sering membutuhkan langkah langkah pembangunan yang internal rate of return atau visibility sisi keuangan belum seperti proyek komersial tapi dampaknya luar biasa penting,” tuturnya.
Bahkan selama 1 dekade atau kurun waktu 2010 hingga ,2019 pemerintah sudah menyuntik BUMN melalui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 186,47 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir pemberian PMN kepada BUMN dan badan usaha lainnya merupakan dana yang berasal dari APBN, sehingga bersifat fluktuatif. Meski begitu, PMN memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan memperbaiki struktur permodalan BUMN. “Terutama saat BUMN diberikan penugasan pembangunan sangat penting namun internal rate of return (IRR) sangat belum mencukupi sehingga perlu injeksi modal,” tuturnya.
Menkeu menceritakan bahwa sejak tahun 1997 hingga 1998 tekanan akibat krisis keuangan Asia telah menyebabkan langkah bailout di hampir seluruh sektor perbankan yang menyebabkan APBN tertekan dan menyebabkan utang pemerintah meningkat signfiikan kala itu. “Kelihatan sejak tahun 2010 hingga tahun 2010 bukan PMN tapi yang dilakukan (pemerintah) divestasi untuk kurangi beban utang dari APBN akibat bailout terhadap perbankan tahun 1997-1998,” tuturnya.
Menurut Menkeu, dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2019 PMN terhadap BUMN telah berkontribusi terhadap penerimaan pajak sebesar Rp 1.518,7 triliun dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) berupa dividen tercatat Rp 377,8 triliun.
Sumber: